JAKARTA - Satu suara saja berarti dan menentukan nasib bangsa. Sayangnya, banyak anak muda enggan atau malas menggunakan hak suara mereka dalam pemilihan umum (pemilu).
Padahal, kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, peranan anak muda di pemilu sangatlah besar. Betapa tidak, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemilih muda (berumur 17-30 tahun) pada Pemilu 2014 diperkirakan mencapai 55 juta orang.
Jumlah ini sama dengan 30 persen dari total pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang disusun Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Karenanya, suara anak muda turut menentukan siapa yang akan mewakili rakyat Indonesia di kursi legislatif," kata Titi, seperti dinukil dari keterangan tertulisnya, Minggu (6/4/2014).
Sayangnya, imbuh Pemimpin Umum Ayo Vote, Pingkan Irwin, banyak pemilih muda belum memahami peran serta mereka di Pemilu memiliki andil penting untuk kemajuan Indonesia di masa datang. Akibatnya, angka golongan putih (golput) yang tidak memilih siapa pun dalam pemilu meningkat.
"Kebanyakan juga tidak memilih karena tidak paham siapa yang harus dipilih," tutur Pingkan.
Sementara itu, Senior Manager di Edelman Indonesia, Arie Rukmantara, memaparkan, tingginya angka golput juga disebabkan rendahnya kepercayaan publik kepada pemerintah. Hasil riset tahunan Edelman Trust Barometer menunjukkan, kepercayaan publik di Indonesia atas instansi pemerintahan adalah yang paling rendah (53 persen). Masyarakat lebih percaya kepada institusi bisnis (82 persen), media (78 persen) dan lembaga swadaya masyarakat (73 persen).
"Temuan ini memberikan gambaran mengenai profil pemerintahan yang didambakan masyarakat Indonesia, yaitu, pemerintahan yang orientasinya get things done (segera menuntaskan pekerjaan), transparandan beretos kerja tinggi," kata Arie.
Tidak ingin suara anak muda hilang, gerakan Ayo Vote dan Edelman Indonesia menggagas microsite bertajuk Kepoin Caleg. Laman ini dapat dimanfaatkan untuk melihat rekam jejak para calon legislator (caleg) sebelum menentukan pilihan.
